Senin, 21 Mei 2012

Pak Jokowi


Headline
Karim Raslan - inilah.com
Di suatu sore yang panas dan lembap, saya berada di Tanjung Priok, sebuah area industrial yang gersang di belahan utara Jakarta.
Dengan populasi 16.000 jiwa per kilometer persegi, jalan-jalan yang dihimpit banyak gedung, Tanjung Priok menjadi salah satu area terpadat di ibukota.
Sebuah terpal biru yang terpasang memanjang di sebuah jalan sempit memberikan sedikit keteduhan. Got di kedua sisi jalan dipenuhi air berwarna hitam kebiruan. Bau busuk merebak di mana-mana.
Kursi dan meja telah diatur rapi karena kita sedang menunggu dengan sabar kedatangan Pak Joko Widodo (Jokowi), Walikota Solo, dan kandidat PDI-P untuk gubernur Jakarta.
Pak Suryani, seorang wiraswastawan di usia 50-an, duduk di sebelah saya. Lahir di Solo tapi sudah lama menjadi penduduk Jakarta, sekarang dia menjadi pengusaha sukses dengan armada lebih dari 200 gerobak untuk menjual bakso dan mi ayam.
“Saya mendorong gerobak sendiri selama tujuh tahun lebih. Saya paham bisnis ini luar dalam. Saya gak bisa dibohongi.”
Dia menambahkan dengan bangga, “Kami ini punya asosiasi, dan orang-orang Solo dan Wonogiri mendominasi industri ini.”
Seorang pria lain menjelaskan: “Kami senang mendukung Pak Jokowi, tapi dia harus memperhatikan kepentingan kami. Pedagang kecil semakin terdesak di bisnis ini. Kami suka jadi korban razia. Gerobak-gerobak kami dirampas. Kami butuh area aman dan khusus dibuat untuk kami mencari nafkah.”
Setiap orang yang duduk di dekat saya punya puluhan, kalau tidak ratusan gerobak untuk berjualan makanan, dan mereka semua sangat bersemangat untuk bertemu Walikota Solo ini, terlebih lagi karena Pak Jokowi punya reputasi sebagai orang yang lebih memihak pedagang dan pasar tradisional daripada usaha besar.
Akhirnya, Pak Jokowi tiba. Dengan tubuh kurus tinggi, langkahnya yang pasti dan senyum yang selalu terpasang, walaupun tampak sedikit lelah, dia menyalami panitia dengan hangat.
Pak Jokowi memang sibuk akhir-akhir ini. Pertama, tindak kekerasan yang tiba-tiba pecah di kotanya hari Jumat menjadi kejutan pahit baginya, dan memaksanya untuk tetap di Solo dan menyelesaikan kemelut yang terjadi, padahal dia sedang bersiap untuk terbang ke Jakarta.
Pak Jokowi, seperti halnya kandidat lain, Alex Noerdin, Gubernur Sumatra Selatan, membawa rapor pemerintahan baik yang sudah terbukti untuk bekalnya berlaga di arena pemilihan gubernur Jakarta – sebuah kota yang sangat membutuhkan kepemimpinan yang lebih tegas dan efektif.
Kedua orang ini sudah memfokuskan diri pada penyediaan pendidikan dan layanan kesehatan gratis bagi kota mereka sekarang. Pak Jokowi langsung mulai dengan kebijakan dan pencapaian yang sudah diraihnya di Solo. Dia mulai dengan mengeluarkan sebuah kartu kecil:
“Bila saya jadi gubernur Jakarta, saya akan memperkenalkan kartu seperti ini pada semuanya – dalam kartu-kartu ini tertera apa hak rakyat dalam layanan kesehatan atau pendidikan: layanan gratis dan tingkatannya. Ada warna-warna yang berbeda: emas, perak dan platina. Anda semua bisa ke Puskesmas dan mendapatkan perawatan.
“Pemerintah lokal punya uang. Yang menjadi soal adalah bagaimana menyalurkan uang itu ke orang-orang yang membutuhkan.”
Para perempuan yang hadir di sana memandang Pak Jokowi dalam diam. Jelas mereka terkesima dengan apa yang diutarakannya. Gagasan meningkatkan layanan pemerintah adalah suatu hal yang luar biasa menarik.
Beberapa pengamat merasa bahwa rapor Walikota Solo ini, dan pembawaannya yang rendah hati tapi sangat populer, telah membuat pesaingnya ciut.
Ada beberapa yang merasa bahwa masalah di Solo lebih merupakan refleksi kompetisi politik yang makin meningkat di Jakarta, daripada problem sosial yang nyata di Solo.
Para pemilik gerobak penjual makanan mengangguk-angguk. Mereka menginginkan pemimpin yang akan membela kepentingan mereka – untuk menjadi penyeimbang dari luasnya pengaruh jaringan para raksasa bisnis yang memiliki pusat perbelanjaan, area perumahan dan jaringan supermarket.
Seperti halnya pollitik di mana saja di dunia, semuanya terpulang ke apa yang bisa pemimpin lakukan untuk rakyat: tidak kurang, tidak lebih. [mor]
summer: Inilah.com

2 komentar: